Pages

Subscribe:

Saturday, April 09, 2011

masyarakat feodal

Sistem Stratifikasi Sosial dalam Masyarakat Feodal
1. Raja dan kaum bangsawan merupakan pusat kekuasaan yang harus ditaati dan dihormati oleh rakyatnya, keran raja mempunyai hak istimewa.
2. Terdapat lapisan utama, yakni raja dan kaum bangsawan (kaum feodal) dan lapisan di bawahnya, yakni rakyatnya.
3. Adanya pola dan ketergantungan dan patriomonialistik. Artinya, kaum feodal merupakan tokoh panutan yang harus disegani, sedangkan rakyat harus hidup menghamba dan selalu dalam posisi dirugikan.
4. Terdapat pola hubungan antarkelompok yang diskriminatif, yaitu kaum feodal memperlakukan bawahannya secara tidak adil dan cenderung sewenang-wenang.
5. Golongan bawah cenderung memilki sistem stratifikasi tertutup.

Lapisan Sosial pada Masyarakat Feodal Surakarta dan Yogyakarta

Secara umum, masyarakat Surakarta dan Yogyakarta masih nenganut sistem feodal, walaupun tidakl sekental pada masa penjajahan Belanda. Pengaruh feodalisme tampak menonjol karena di Surakarta ada Kasunan Surakarta Hadiningrat yang saat ini dikepali oleh Sri Susuhunan Paku Buwono XII serta Pura Mangkunegoro IX . D Yogyakarta terdapat Kasultanan Yogyakarta Hadiningrat yang saat ini dikepalai oleh Sri Sultan Hamengku Buwono X, serta PuraPakualaman yang saat ini dikepalai oleh Sri Paduka Paku Alam IX.
Strata sosial pada masyarakat feodal Surakarta dan Yogyakarta;
1. Kaum bangsawan yang terdiri dari raja dan keluarga, serte kerabatnya.
2. Golongan priyayi, yaitu pegawai kerajaan yang terdiri dari orang-orang yang berpendidikan atau memiliki kemampuan khusus untuk kerajaan. Strata kedua ini bukan berasal dari keturunan raja.
3. Golongan wong cilik, yaitu rakyat jelata yang hidup mengabdi untuk raja, mislanya petani, nelayan, dan pedagang.

Lapisan Sosial Masyarakat Feodal di Aceh
Aceh sebagai daerah bekas kerajaan, masih memiliki sisa-sisa feodalisme yang kuat sampai saat ini. Hal ini terbukti dari strata sosial yang ada. Ada pun strata sosial masyarakat Aceh;
1. Keturunan raja atau bangsawan sebagai golongan atas. Penghargaan terhadap keturunan ini berupa gelar-gelar tertentu, seperti Cut untuk perempuan, Teuku dan Teungku untuk laki-laki.
2. Golongan kedua meliputi olee baling (pegawai/pengawal raja), dan golongan bawah atau rakyat jelata.

Lapisan Sosial Masyarakat Feodal di Sulawesi Selatan
Masyarakat Sulawesi Selatan memiliki latar belakang feodalisme. Banyak kerajaan besar pernah berkuasa di sana, seperti kerajaan Gowa, Bone, dan Mandar. Melihat latar belakang tersebut, tidaklah heran apabila masyarakat Sulawesi Selatan terdapat strata sosial;
1. Golongan bangsawan atau keturunan raja-raja yang disebut anakurung pada lapisan atas. Golongan ini memiliki gelar tertentu, seperti andi atau karaeng.
2. Lapisan kedua diduduki oleh orang merdeka atau bukan budak yang disebut to-maradeka.
3. Golongan ketiga disebut ata, yang terdiri dari para budak yang meliputi orang-orang yang tidak mampu membayar utang atau orang-orang yang kalah perang.
Berbagai daerah di Indonesia memiliki latar belakang sejarah feodalisme yang panjang. Maka, tidak heran jika sampai saat ini sebagian masyarakat kita, masih menerapkan sistem stratifikasi sosial yang tertutup dengan menempatkan status sosial seseorang berdasarkan keturunannya

Sistem Stratifikasi Sosial pada Zaman Belanda
Masyarakat Indonesia pada zaman Belanda dibagi dalam lapisan-lapisan berdasarkan ras. Belanda menempatkan penduduk asli atau bumiputera pada strata paling bawah yang disebut Inlander. Sikap Belanda yang sangat diskriminatif ini menakibatkan kondisi bumiputera kian terpuruk ke dalam kemiskinan, keterbelakangan, dan kebodohan.
Belanda menerapkan politik monopoli dan juga melestarikan feodalisme. Belanda sendiri merupakan Negara monarki yang menganut feodalisme. Kondisi ini sangat menghambat golongan bumiputera untuk melakukan mobilitas sosial ke atas. Sebabnya, semua jabatan tinggi, seperti gubernur jendral, residen, dan kepala polisi diduduki oleh orang Belanda. Selain itu, jabatan bupati, wedana, dan asisten wedana dipegang oleh bumiputera yang berasala dari golongan ningrat. Golongan ningrat pada masa itu menjadi alat untuk mewujudkan kepentingan Belanda di Indonesia. Untuk sekolah pun, bumiputera yang berasal dari rakyat biasa sangat sulit. Apabila mereka sekolah, pendidikan mereka hanya terbatas sampai kelas dua setingkat SD atau hanya sekedar dapat membaca dan menulis. Itu pun hanya dalam rangka memenuhi kebutuhan tenaga kerja rendahan dengan upah yang murah.
Dalam bidang ekonomi, Belanda juga sangat diskriminatif. Bumiputera hanya diperbolehkan menjadi pedagang kecil. Sebaliknya, golongan Timur Asing mendapat kesempatan mengelola ekonomi menengah, seperti menjadi pedagang grosir dan pemilik pabrik kebutuhan pangan. Ekspor hasil perkebunan berupa the, tembakau, kopi, dan tebu dikelola oleh orang Belanda atau orang Eropa.


SISTEM STRATIFIKASI SOSIAL PADA ZAMAN JEPANG DAN SISTEM STRATIFIKASI SOSIAL PADA ZAMAN INDUSTRI MODERN

Sistem Stratifikasi Sosial pada Zaman Jepang
Sistem stratifikasi sosial pada zaman Jepang menempatkan golongan bumiputera di atas golongan Eropa maupun golongan Timur Asing, kecuali Jepang. Hal ini disebabkan oleh Jepang ingin yang mengambil hati rakyat Indonesia untuk membantu mereka dalam perang Asia Timur Raya.
Sistem Stratifikasi Sosial pada Zaman Industri Modern
Saat ini, industrialisasi modern tentu membawa dampak yang jauh lebih luas daripada industrialisasi pada masa Kolonial Belanda. Di perkotaan, terdapat pergeseran struktur pekerjaan dan angkatan kerja. Misalnya, sekarang muncul jenis-jenis pekerjaan baru yang dahulu tidak ada, yaitu jasa konsultan, advokasi, dan lembaga bantuan hokum. Angkatan jerja juga mengalami pergeseran, terutama dalam hal gender. Dahulu, tenaga kerja sangat dimonopoli kaum laki-laki. Namun saat ini, kaum perempuan telah berperan di segala bidang pekerjaan.
Berdasarkan hal tersebut, penentuan kelas sosial tidak lagi hanya ditentukan oleh aspek ekonomi semata, tetapi juga ditentukan oleh aspek lain, seperti faktor kelangkaan dan profesionalitas seseorang. Hal ini disebabkan oleh masyarakat industri yang memang sangat mengahrgai kreativitas yang mampu memberi nilai tambah dalam pekerjaa. Akibatnya, orang yang berpendidikan tinggi sangat dihargai oleh masyarakat industri. Sebaliknya, orang yang berpendidikan rendah ditempatkan pada strata bawah.

SISTEM STRATIFIKASI SOSIAL
DALAM MASYARAKAT PERTANIAN


Berdasarkan kepemilikan tanah, terbagi atas tiga
lapisan:

1.Kaum petani yang memiliki tanah pertanian dan rumah
2.Kaum petani yang tidak memiliki tanah pertanian, namun memiliki tanah pekarangan dan rumah
3.Kaum petani yang tidak memiliki tanah pertanian dan pekarangan untuk rumah

SISTEM STRATIFIKASI SOSIAL DALAM
MASYARAKAT PERTANIAN

Berdasarkan kriteria ekonomi, terbagi atas tiga
lapisan:
1.Kaum elit desa yang memiliki cadangan panganKaum elit desa yang memiliki cadangan pangan dan pengembangan usaha dan pengembangan usaha
2.Orang yang hanya memiliki cadangan pangan Orang yang hanya memiliki cadangan pangan saja
3.Orang yang tidak memiliki cadangan pangan dan Orang yang tidak memiliki cadangan pangan dan cadangan usaha, dan mereka bekerja untuk memenuhi kebutuhan konsumsi perutnya agar tetap hidup

A. Sistem pelapisan pada masyarakat pertanian

Berdasarkan pemilikan tanah, masyarakat pertanian dapat di bedakan atas 3 lapisan, yaitu:
• Lapisan tertinggi, yaitu petani yang memiliki rumah, perkarangan, serta lahan.
• Lapisan menengah, yaitu petani yang memiliki rumah serta perkarangan.
• Lapisan terendah, yaitu petani yang tidak memiliki rumah, perkarangan ,serta lahan.
Berdasarkan kreteria ekonomi :
• Lapisan pertama : kaum elit desa yang memiliki cadangan pangan dan pengembangan usaha
• lapisan kedua terdiri dari orang yang memiliki cadangan pangan saja
• Lapisan ketiga : orang yang tidak memiliki cadangan pangan dan cadangan usaha dan mereka bekerja untuk memenuhi kebutuhan konsumsi perutnya agar tetap hidup

0 comments:

Post a Comment