Pages

Subscribe:

Saturday, September 17, 2011

Perubahan Sosial Di Dusun Banteng Kaliurang Jogjakarta


Dusun Banteng di masa lampau sangat berbeda dengan dusun Banteng di masa sekarang. Kata dusun sudah tidak layak lagi disandang oleh daerah yang terletak di sebelah utara kota Jogjakarta ini. Dusun Banteng yang berada di kilometer ketujuh dari jalan Jogja – Kaliurang ini telah mengalami suatu perubahan yang cepat baik secara sosial, ekonomi, kebudayaan dan fisikal. Dahulu dusun Banteng merupakan sebuah daerah perumahan bagi para pendatang yang bekerja di Jogjakarta. Letaknya yang jauh dari kota membuatnya sebagai daerah yang cukup terpencil dan sepi layaknya dusun – dusun lain yang berada di pinggiran kota. Apalagi setelah pembangunan jalan Ring Road Utara yang semakin memperjelas pemisahan antara kota dengan pinggiran kota. Dusun Banteng sendiri sebenarnya bukan termasuk dalam wilayah pemerintahan Kota Jogjakarta namun masuk dalam wilayah pemeritahan Kabupaten Sleman.

Dusun Banteng merupakan salah satu daerah perumahan yang paling tua di wilayah Jogjakarta. Beberapa tipe rumah terdapat di dusun ini, mulai dari tipe sederhana yang bercirikan rumah pedesaan pada umumnya dan juga tipe menengah kebawah, dan yang terakhir tipe menengah ke atas. Oleh karena lebih banyak dihuni oleh para pendatang maka tak heran jika sekarang hampir sebagian besar perumahan di beberapa wilayah di dusun ini terlihat besar dan tampak mewah sehingga dapat dibedakan rumah – rumah mana yang merupakan tempat tinggal penduduk asli dan pendatang. Rumah penduduk asli biasanya memiliki halaman yang cukup luas dengan rumah kecil yang masih tampak tradisional karena terbuat dari kayu dengan atap genteng yang sederhana. Sedangkan perumahan mewah biasanya dipagari tinggi dengan rumah yang tampak seperti istana dan umumnya bertingkat. Namun di beberapa bagian tampak juga juga rumah – rumah biasa yaitu rumah yang tak tidak bisa digolongkan sebagai rumah mewah maupun rumah yang sederhana. Rumah – rumah ini tidak memiliki halaman yang luas, dan letaknya berhimpitan dengan rumah-rumah lainnya. Di bagian lain daerah ini juga masih tampak lahan-lahan luas yang kosong baik yang terpelihara berupa sawah kebun ataupun tak terpelihara karena pemiliknya menjadikan lahan itu sebagai investasi masa depan.
Seiring dengan perkembangan kota Jogjakarta sendiri yang dikenal sebagai kota pelajar dengan bertumbuhnya puluhan lembaga – lembaga pendidikan baik formal maupun non formal, daerah di sekitar Dusun Banteng pun mengalami suatu perubahan yang pesat.
Berdirinya Social Generator yaitu Universitas Islam Indonesia di jalan kaliurang kilometer empat belas dan dikembangkannya daerah wisata Kaliurang, membuat perkembangan pembangunan kota lebih cenderung mengarah ke Jogjakarta Utara khususnya di jalan Kaliurang. Kedua tempat tersebut menimbulkan daya tarik bagi penduduk untuk datang dan tinggal di daerah yang berdekatan dengan lokasi keduanya seperti prinsip “ada gula ada semut”.
Oleh karena itu tidaklah heran, jika jalan kaliurang setelah ringroad yang dahulu dikenal sebagai jalan yang sepi itu telah dipenuhi oleh berbagai fasilitas publik, berupa pasar, toko-toko, swalayan, apotek dan pusat kesehatan, kantor, lembaga pendidikan dan perumahan-perumahan baru baik sebagai tempat tinggal ataupun tempat kost. Pemandangan lalu lintas kendaraan bermotor pun semakin padat, bahkan pada jam berangkat sekolah dan berangkat kerja yaitu jam delapan dan jam pulang sekolah / kerja jam dua dan jam empat selalu terjadi antrian panjang kendaraan. Begitu juga pada akhir minggu dimana sebagian besar para penduduk kota Jogjakarta mencari hiburan dan rekreasi di daerah wisata Kaliurang.
Dusun Banteng pun menjadi incaran bagi developer perumahan untuk membangun lahan-lahan kosong yang masih tersisa. Sawah – sawah dan kebun mulai berkurang dan digantikan dengan berdirinya perumahan baik yang tergolong mewah maupun menengah. Mulai berdiri pula fasilitas pendukung seperti pasar, wartel, swalayan, salon, warnet, pedagang makanan, pedagang kaki lima di malam hari, dan warung angkringan.
Para investor pun mulai menanamkan modal dengan membeli tanah yang nilainya semakin meningkat setiap tahunnya. Tanah di dusun Banteng yang semula berharga 100 ribu/meter persegi di awal tahun 2000, saat ini telah menjadi 700 ribu/meter persegi. Selain itu para investor juga membangun kost-kost-an dengan banyak kamar, dan juga membangun rumah untuk dikontrakan kepada mahasiswa – mahasiswa yang ingin memiliki kebebasan yang lebih dari pada menyewa kost. Kepadatan pendudukpun bertambah sehingga orang mulai membangun rumah tidak lagi menyisakan ruang dan berhimpitan dengan rumah lainnya. Kepadatan penduduk itu sendiri merujuk pada jumlah orang yang ada dalam suatu ruang spasial yang semakin lama semakin banyak.
Pembangunan perumahan – perumahan yang tidak lagi menyisakan lahan kosong dan juga penuhnya jalanan dengan kendaraan bermotor menimbulkan suatu efek yang dikenal dengan crowding. Orang akan merasa crowded yaitu suatu pengalaman subjektif dari rasa sesak/sumpek/berjejal dan tidak memiliki ruang yang cukup untuk bergerak. Kepadatan mungkin tidak menyenangkan namun crowding lebih tidak menyenangkan dan bersifat negatif (menimbulkan komplain). (Sears, Peplau, Taylor, 1970)
Menurut Stanley Milgram (1970), kepadatan penduduk juga akan menimbulkan sensory overload atau suatu keadaan dimana dipenuhi oleh banyak stimulus sehingga membuat situasi tidak menyenangkan dan timbulah perasaan crowded. Contohnya suara tetangga sebelah yang sedang bercanda dengan tamunya, di lain pihak terdengar suara tv dan radio dari tetangga lainnya, juga bau masakan dari tetangga depan, suara pengajian dari mesjid, raungan motor – motor yang lewat. Jika saat itu seseorang dalam keadaan tidak mood, stimulus – stimulus itu akan merangsang ketidaknyamanan sehingga dapat memicu emosi – emosi lainnya. Namun ketidaknyaman dari adanya stimulus yang berlebihan ini sangat tergantung dari coping yang dilakukan tiap orang yang bersifat individual differences.
Intensitas dari kepadatan itu sendiri juga sangat mempengaruhi perilaku orang. Semakin dekat seseorang maka efeknya semakin kuat, begitu pula semakin kuat stimulus ataupun semakin banyak stimulus yang ada akan memberikan efek yang kuat pada seseorang untuk memunculkan situasi kenyamanan ataupun ketidaknyamanan. (Jonathan Freedman, 1975)
Kepadatan yang tinggi yang terjadi di dusun Banteng telah menimbulkan beberapa perubahan perilaku pada sebagian besar masyarakatnya. Beberapa diantaranya yang teramati adalah :
1. Kurangnya kontrol dalam berperilaku (Baron & Rodin, 1978). Kepadatan membuat seseorang kurang dapat mengontrol perilakunya Contohnya ngebut-ngebutan di jalan kaliurang yang padat, orang melakukan tindakan ini karena merasa frustasi dan ingin mencari space yang kosong secepatnya.
2. Mulai banyaknya anak-anak muda yang nonkrong di gang-gang di dusun Banteng pada larut malam karena pada saat – saat tersebut situasi ruang sangat longgar dan sepi sehingga mereka mendapatkan space yang luas dibandingkan jika siang hari. Pada akhirnya perilaku ini dapat menimbulkan permasalahan sosial yang lain seperti mabuk-mabukan, perjudian, dan kejahatan.
3. Terjadi salah tingkah dalam pergaulan sosial. Contohnya dahulu mungkin sebagian besar masyarakat akan mengucapkan salam jika bertemu namun sekarang karena terlalu banyak orang, terjadi kebingungan untuk memberikan salam. Dengan kata lain orang merasa capek untuk memberi atau membalas salam karena banyaknya orang. Gejala ini akhirnya akan menumbuhkan sifat individualistis dalam masyarakat.
4. Toleransi terhadap nilai-nilai sosial. Banyaknya pendatang dengan membawa kebudayaan masing-masing membuat tiap orang melakukan asimilasi dan konformitas sehingga terjadilah percampuran kebudayaan yang pada akhirnya menumbuhkan rasa toleransi yang lebih tinggi daripada sebelumnya. Contohnya pulang larut malam dianggap biasa, perempuan yang dikunjungi oleh laki-laki juga dianggap biasa.
5. Individualistis dan penarikan diri dari masyarakat. Kepadatan membuat orang mencari space yang kosong dan akhirnya tumbuhlah sifat individualis dan juga orang cenderung menarik diri dari kegiatan – kegiatan dalam masyarakat seperti rapat RT yang hanya dihadiri sebagian saja penduduk kampung. Berkurangnya komitmen terhadap kelompok masyarakat yang lebih luas, meskipun dalam kelompok yang lebih kecil terjadi sebaliknya. Seperti yang terjadi pada sebagian besar orang – orang yang tinggal di kota. (Gibbs, 1971)
6. Munculnya prasangka terhadap orang lain. Oleh karena sifat individualistis dan penarikan diri tersebut sehingga komunikasi tidak terjadi dengan baik yang mengakibatkan orang cenderung memberikan persepsi yang buruk dalam rupa prasangka-prasangka.



KESIMPULAN:
Dengan demikian jelas bahwa perubahan sosial yang terjadi pada Dusun Banteng membawa berbagai dampak baik positif yaitu pembangunan yang bertujuan meningkatkan kesejahteraan masyarakat itu sendiri dan juga perubahan yang membawa dampak negatif yaitu berubahnya sistem nilai dan juga perilaku masyarakat yang cenderung kurang kontrol yang merupakan penyaluran dari rasa ketidaknyamanan. Hal tersebut juga menjadi sumber potensi munculnya berbagai permasalahan sosial lainnya seperti tindak kriminal, asusila, dan perilaku – perilaku lainnya yang dianggap menyimpang oleh masyarakat pada umumnya.

0 comments:

Post a Comment